Milano – Di bawah tangan dingin Simeone Inzaghi, Inter Milan menjelma menjadi mesin perang yang menakutkan di kancah Eropa. Musim demi musim, sang arsitek biru-hitam membangun kekuatan dengan ketelitian seorang maestro dan keberanian seorang jenderal. Kini, Nerazzurri tak hanya kembali disegani, tapi juga ditakuti—siap berlari kencang di panasnya panggung Liga Champions UEFA.
Inzaghi, yang sempat diragukan saat pertama kali mengambil alih kursi pelatih dari Antonio Conte, perlahan membungkam semua keraguan. Ia tidak mengubah identitas Inter, tapi menyempurnakannya. Skema 3-5-2 khas Italia kini dikemas lebih modern, lebih cair, dan lebih mematikan. Intensitas tinggi, transisi cepat, serta kedisiplinan kolektif menjadikan Inter sebagai salah satu tim dengan pressing paling efektif di Eropa.
Musim ini, Lautaro Martínez dan kolega menunjukkan performa yang konsisten baik di Serie A maupun Eropa. Dengan kedalaman skuad yang semakin matang, Inzaghi berhasil mengelola rotasi pemain tanpa menurunkan intensitas permainan. Hasilnya: Inter melenggang mulus dari fase grup dan kini bersiap menantang para raksasa di babak gugur.
“Semua pemain kami siap. Tidak ada yang berjalan santai di Inter, semua berlari. Di sini, semua menepi jika tak mampu bertahan dalam panasnya tempur,” tegas Inzaghi dalam sebuah wawancara jelang laga penting.
Ucapan itu bukan sekadar retorika. Di bawah asuhannya, Inter bukan hanya tim, tapi unit tempur. Lini belakang solid dipimpin Bastoni dan de Vrij, lini tengah dikomandoi Barella dan Çalhanoğlu, sementara lini serang makin tajam berkat kombinasi Lautaro dan Thuram.
Panggung Liga Champions bukan hanya soal teknik, tapi juga mentalitas. Dan Inzaghi tahu betul cara menghidupkan mental juara di ruang ganti. “Kami bukan datang ke Eropa untuk belajar, tapi untuk bertarung,” ucapnya dengan mata membara.
Inter Milan, sang neraka biru-hitam, kini siap menyala. Eropa waspada. Sang arsitek sudah membangun, dan pasukannya telah berlari. Tinggal menunggu waktu kapan mereka akan membakar panggung.